Senin, 28 Januari 2013

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDIKSITS


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN APENDIKSITS


I. PENGERTIAN
Apendik adalah organ kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Karena apendik mengosongkan diri dengan tidak efisien, dan lumennya kecil, maka apendik mudah mengalami obttruksi dan rentan terhadap infeksi ( Apendiksitis )
Apendiksitis merupakan penyebab yang paling umum dan imflamasi akut kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat.
II. TANDA DAN GEJALA
1 Nyeri difus yang timbul mendadak di daerah epigastrium atau periumbilikus
2 Dalam beberapa jam, nyeri lebih terlokalisasi dan dapat di jelaskan sebagai nyeri tekan di daerah kanan bawah
3 Pada titik Mc Burney ( terletak di antara umbilicus dan spina anterior dari ilium ) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rectus kanan
4 Nyeri lepas atau nyeri alih ( nyeri yang timbul sewaktu tekanan di hilangkan dari bagian yang sakit ) mungkin saja ada, mungkin letak apendik mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare kambuhan
5 Tanda Rovsing ( dapat di ketahui denagn mempalpasi kuadran kanan bawah yang menyebabkan nyeri pada kiri bawah )
6 Demam
7 Nyeri kuadran bawah biasanya disertai nausea, anoreksia, muntah- muntah dan suhu rendah
III. PATOFISIOLOGI
Reaksi pertama pada infeksi adalah reaksi umum yang melibatkan susunan saraf pusat dan system hormone yang menyebabkan perubahan metabolic. Pada saat itu terjadi reaksi jaringan imforetikularis di seluruh tubuh berupa proliferasi sel pagosit dan sel pembuat antibidi ( limfosit B )
Reaksi kedua berupa reaksi lokal yang di sebut inflamasiakut. Reaksi ini terus berlangsung selama masih terjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab kerusakan jaringan biasa di berantas, maka sisi jaringan yang rusak yang di sebut debris akan di fagositosis dan di buang oleh tubuh sampaiterjadi revolusi atau kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi fagosit kadang berlebihan berkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bertumpuk di sel jaringan yang lain membentuk plegnon (peradangan yang luas dijaringan ikat )
Trauma yang hebat berlebihan dan terus menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan yang juga berlebihan berupa fagositosis febris yang di ikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini di sebut dengan fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan berhenti akan terjadi penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa , tetapi bila pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase imflamasi ???
Di kenal tiga radang yaitu : inflamasi akut, sub akut dan kronik . gambaran imflamasi akut menunjukan rubor( kemerahan ) dan logor ( demam setempat ) akibat vasodilatasi, dan tumor ( benjolan ) karena eksudasi. Ujung saraf akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa nyeri ( dolor ). Nyeri dan pembengkakan akan menyebabkan gangguan faal. Kelima gejala ini di kenal dengan nama gejala cardinal dari celsus ( ALUS Cornelius Celsua, 53 SM- 50 AD , seorang cendikiawan Romawi )
Abses akibat radang akut berat yang terletak dekat permukaan di tandai dengan adanya fluktuasi, sedangkan flegmon yang sering di temukan di jaringan subkutis di tandai dengan pembengkakan difus yang merah dan sangat nyeri. Pada keduanya biasanya di dapati demam dan umumnya keadaan umum yang menurun. Abses dapat pecah oleh adanyan nekrosis jaringan dan kulit di atasnya
Fase imflamasi akut dapat di ikuti oleh radang kronik. Imflamasi akut atau kronis yang ada di permukaan atau mukosa dapat menyebabkan kerusakan epitel yang menyebabkan tukak atau ulkus. Kadang pusat infeksi atau radang berada jauh di bawah kulit sehingga nanah akan keluar melalui jaringan khusus yang terbentuk pada jaringan yang paling lemah. Jaringan khusus ini di sebut fistel atau sinus ( fistel/fistula : pipa atau sinus : ruang atau cekungan )
Tubuh akan breusaha membatasi infeksi ini dengan mengaktifkan jaringan limfoid sehingga terjadi radang akut kelenjer limfe ( limfadenitis regional )
Bila yang masuk virulensi tinggi, atau keadaan pertahanan tubuh sedang lemah, kuman dapat masuk ke pembuluh darah dan terbawa ke aliran darah terus berkembang biak, dan masuk keseluruh jaringan tubuh menyebabkan septisemia ( pembusukan darah )

IV. KOMPLIKASI
1 Komplikasi mayor adalah perforaisi apendiks yang dapat menorah ke peritonitis atau pembentukan abses
2 Perforasi biasanya terjadi setelah 24 jam setelah awitan nyeri ( gejala- gejalanya termasuk demam, penampilan toksik, dan nyeri berlanjut )
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1 Jumlah leukosit lebih dari 10.000 / mm3
2 Jumlah netrofil lebih tinggi dari 75 %
3 Pemeriksaan sinar x dan ultrasonografi menunjukan densitas pada kuadran kanan bawah atau tingkat aliran udara setempat
4 Kekakuan pada seluruh dinding abdomen bisa mengindikasikan apendiks rupture dan terjadi peritonitis
VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
1 Pembedahan di indikasikan jika terdiagnosa apendiksitis, lakukan apendiktomi secepat mungkin untuk mengurangi perforasi. Metode : insisi abdominal bawah di bawah anastesi umum atau spinal : laparoskopi
2 Berikan antibiotik dan cairan IV sampai pembedahan di lakukan
3 Analgesik data di berikan setelah diagnosa di tegakkan



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN APENDIKSITIS

I. PENGKAJIAN
1 Aktivitas : malaise
2 Sirkulasi : tachicardia
3 Makanan/ cairan : anoreksia, mual dan muntah
4 Nyeri / kenyamanan
a) Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus yang meningkat berat dan terlokalisai pada titik Mc Burney, meninkat karena berjalan, bersin atau nafas dalam
b) Perilaku berhati- hati
c) Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan / posisi duduk tegak
5 Keamanan : demam ( biasanya rendah )
6 Pernafasan : takipneu, dan pernafasan dangkal
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Nyeri akut berhubungan dengan ditensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah
2 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatannya pertahanan utama perforasi / ruptur pada apendiks peritonitis pembemtukan abses prosedur invasive, insisi bedah
3 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pasvca operasi, pembatasan pasca operasi, status hipermetabolic, inflamasi peritoneum dengan cairan asing
4 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubunga dengan kurang terpajan atau nmengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal informasi
III. PERENCANAAN DAN EVALUASI
1 Diagnosa 1
Tujuan / criteria evaluasi : nyeri hilang / terkontrol
Intervensi :
a) Kaji karakteristik nyeri dengan tehnik P, Q ,R, S, T
b) Oservasi vital sign
c) Observasi respon verbal dan non verbal terhadap nyeri
d) Ajarkan tehnik distraksi ( pengalihan ) dan relaksasi ( nafas dalam )
e) Pertahankan istirahat dalam posisi semi fowler
f) Anjurkan mobilisasi dini
g) Kolaborasi dalam pemberian analgetik

2 Diagnosa 2
Tujuan / kriteria evaluasi : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/ inflamasi, drainage purulen, eritema dan demam
Intervensi :
a) Kaji tanda- tanda infeksi seperti : kolor, dolor, tumor, dan rubor
b) Observasi peningkatan vital sign
c) Rawat luka dengan tehnik aseptic
d) Pantau hasil laboratorium, terutama kadar WBC darah
e) Kolaborasi pemberian antibiotic

3 Diagnosa 3
Tujuan /criteria evaluasi : mempertahankan keseimbangan cairan, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil, haluaran urine adekuat
Intervensi :
a) Ji intake output ( balance cairan ) dalam 24 jam
b) Observasi adanya kekurangan volume cairan ( membrane mukosa, turgor kulit, rekafilary refill )
c) Observasi vital sign terutama tekanan darah dan nadi
d) Beri minum reoral dan lanjukan dengan diet sesuai toleransi
e) Kolaborasi pemberian cairan IV dan elektrolit


4 Diagnosa 4
Tujuan/ criteria evaluasi : menyatakan pemahaman tentang proses penyakit, pengobatan dan potensial terhadap komplikasi
Intervensi :
a) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan , pengobatan dan prognosis penyakit
b) Diskusikan tentang perawatan, pengobatan, dan prognosis penyakit
c) Beri HE tentang perawatan, pengobatan dan prognosis penyakit
d) Beri rewadrd bila dapat menyebutkan kembali penjelasan perawat

Buku sumber :
Corwin, Elisabeth, J, 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doengoes , Marilym, E, dkk. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, egc, Jakarta
Reeves J. Charlene, rouk Gayle, Lockhart Robin, 2001, Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah, Salemba Medika, Jakarta
Suddarth, Brunner, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar