Minggu, 20 Januari 2013

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A. DEFINISI
Selulitis adalah penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga jaringan subkutan (Arif, 2000).
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Sellulitis adalah peradangan pada jaringan kulit yang mana cenderung meluas kearah samping dan ke dalam (Herry, 1996).

B. ETIOLOGI
 Penyakit Selulitis disebabkan oleh:
1. Infeksi bakteri dan jamur :
 Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus
 Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus grup B
 Infeksi dari jamur, Tapi Infeksi yang diakibatkan jamur termasuk jarang
 Aeromonas Hydrophila.
 S. Pneumoniae (Pneumococcus)

2. Penyebab lain :
 Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
 Kulit kering
 Eksim
 Kulit yang terbakar atau melepuh
 Diabetes
 Obesitas atau kegemukan
 Pembekakan yang kronis pada kaki
 Penyalahgunaan obat-obat terlarang
 Menurunnyaa daya tahan tubuh
 Cacar air
 Malnutrisi
 Gagal ginjal

Beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis :
▪ Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan.

▪ Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.

▪ Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.

▪ Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi.

▪ Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.

▪ Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan menambah resiko bakteri penginfeksi masuk
▪ Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.

▪ Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia

▪ Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.

▪ Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah timbulnya penyakit ini.

C. PATOFISIOLOGI
Selulitis terjadi jika bakteri masuk ke dalam kulit melalui kulit yang terbuka. Dua bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi ini adalah streptococcus dan staphylococcus. Lokasi paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Karena cenderung menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah, jika tidak segera diobati, selulitis dapat menjadi gawat. Pada orang tua, sellulitis yang mengenai extremitas bawah dapat menimbulkan komplikasi sebagai tromboflebitis. Pada penderita dengan edema menahun, sellulitis dapat menyebar atau menjalar dengan cepat sekali sedangkan penyembuhannya lambat. Daerah nekrotik yang mendapat superinfeksi bakteri gram negative akan mempersulit penyembuhan.
STUDI LAB
 Tidak membutuhkan prosedur lebih lanjut untuk sampai ke tahap diagnosis (yang meliputi anamnesis,uji laboratorium, sinar x dll, dalam kasus cellulite yang belum mengalami komplikasi yang mana criterianya seperti :
o Daerah penyebaran belum luas
o Daerah yang terinfeksi tidak mengalami rasa nyeri atau sedikit nyeri
o Tidak ada tanda-tanda systemic seperti : demam, terasa dingin, dehidrasi, tachypnea, tachycardia,hypotensi.
o Tidak ada factor resiko yang dapat menyebabkan penyakit bertambah parah seperti : Umur yang sangat tua, daya tahan tubuh sangat lemah.
 Jika sudah mengalami gejala seperti adanya tanda systemic, maka untuk melakukan diagnosis membutuhkan penegakan diagnosis tersebut dengan melakukan pemeriksaan lab seperti :
o Complete blood count
o BUN level
o Creatinine level
o Culture darah

 Pembuangan luka
 Immunofluorescence : Immunofluorescence adalah sebuah teknik yang dimana dapat membantu menghasilkan diagnosa sera pasti pada kultur cellulites negative, tapi teknik ini jarang digunakan.
 Penggunaan MRI juga dapat membantu dalam mendiagnosa infeksi cellulites yang parah.

D. MANIFESTASI KLINIK
Riwayat: Biasanya didahului oleh lesi-lesi sebelumnya, sepeti ulkus statis, luka tusuk: sesudah saru atau dua hari akan timbul eritem local dan rasa sakit.
Gejala sistemik: Malaise, demam (suhu tubuh dapat mencapai 38,5°C), dan menggigil. Eritem pada tempat infeksi cepat bettambah merah dan menjalar. Rasa sakit setempat terasa sekali.
Lesi Kulit: Daerah kulit yang teraba merupakan infiltrat edematus yang teraba, merah, panas, dan luas. Pinggir lesi tidak menimbul atau berbatas tegas. Terdapat limfadenopati setempat yang disertai dengan limfangitis yang menjalar kearah proksimal. Vesikula permukaan dapat terjadi dan mudah pecah. Abses local dapat terbentuk dengan nekrosis kulit di atasnya.
Sellulitis yang terdapat di kulit kepala di tandai oleh beberapa nodula kecil dan abses.. Proses ini biasanya kronik dengan kecenderungan membentuk terowongan kulit. Biasanya penyakit ini terjadi pada dewasa muda dan sering disertai jerawat atau hidradenitis supurativa. Sellulitis perianal yang terdapat pada anak merupakan merupakan proses yang sakit karena terjadi edem di sekitar anus, yang konsistensinya lunak. Penyebabnya biasanya Streptococcus group A.
Penampakan yang paling umum adalah bagian tubuh yang menderita selullitis berwarna merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan mengilap. Gejala tambahan yaitu demam, malaise, nyeri otot, eritema, edema, lymphangitis. Lesi pada awalnya muncul sebagai makula eritematus lalu meluas ke samping dan ke bawah kulit dan mengeluarkan sekret seropurulen. Gejala pada selulitis memang mirip dengan eresipelas, karena selulitis merupakan diferensial dari eresipelas. Yang membedakan adalah bahwa selulitis sudah menyerang bagian jaringan subkutaneus dan cenderung semakin luas dan dalam, sedangkan eresipelas menyerang bagian superfisial kulit.

E. PENATALAKSANAAN
▪ Pemeriksaan Laboratorium
▫ CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
▫ BUN level
▫ Creatinin level
▫ Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
▫ Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula
Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak tersasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
▪ Pemeriksaan Imaging
▫ Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan)
▫ CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata kilinis menyarankan subjucent osteomyelitis. Jika sulit membedakan selulitis dengan necrotizing fascitiis, maka pemeriksaan yang dilakukan adalah :
▫ MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.

F. PENCEGAHAN
Jika memiliki luka,
▪ Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air
▪ Oleskan antibiotik
▪ Tutupi luka dengan perban
▪ Sering-sering mengganti perban tersebut
▪ Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi
Jika kulit masih normal,
▪ Lembabkan kulit secara teratur
▪ Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati
▪ Lindungi tangan dan kaki
▪ Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superfisial

G. PENGOBATAN :
1. Menggunakan antibiotic, contohnya :
ORGANISME NAMA OBAT OBAT ALTERNATIVE
mixed infection Ampicillin/sulbactam, Imipenem/cilastatin, Ticarcillin/clavulanate Cefoxitin,Clindamycin atau metronidazole+aminoglycoside
Streptocoocus (A,B,C,G), Anaerobic Streptococci Penicillin G+Clindaycin Ceftriaxone+Clindamycin
Enterococcus Penicilin G atau Ampicilin+genamycin or streptomycin Vancomycin+gentamycin atau streptomycin
Staphylococcus aureus Nafcillin (atau oxacillin), Vancomycin Cefazolin, Amoxicilin/clavulanic acid
Clostridium Perfingens, Clostridium Septicum Penicilin G + clindamycin Metronidazole+imipenem atau meropenem Chloramphenicol(6)

H. TINDAK LANJUT :
Perawatan lebih lajut bagi pasien rawat inap:
o Beberapa pasien membutuhkan terapi antibiotik intravenous
o Pelepasan antibiotic parenteral pada pasien rawat jalan menunjukan bahwa dia telah sembuh dari infeksi
Perawatan lebih lanjut bagi pasien rawat jalan :
o Perlindungan penyakit cellulites bagi pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan cara memberikan erythromycin atau oral penicillin dua kali sehari atau intramuscular benzathine penicillin.
A. DEFINISI
Selulitis adalah penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga jaringan subkutan (Arif, 2000).
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Sellulitis adalah peradangan pada jaringan kulit yang mana cenderung meluas kearah samping dan ke dalam (Herry, 1996).

B. ETIOLOGI
 Penyakit Selulitis disebabkan oleh:
1. Infeksi bakteri dan jamur :
 Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus
 Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus grup B
 Infeksi dari jamur, Tapi Infeksi yang diakibatkan jamur termasuk jarang
 Aeromonas Hydrophila.
 S. Pneumoniae (Pneumococcus)

2. Penyebab lain :
 Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
 Kulit kering
 Eksim
 Kulit yang terbakar atau melepuh
 Diabetes
 Obesitas atau kegemukan
 Pembekakan yang kronis pada kaki
 Penyalahgunaan obat-obat terlarang
 Menurunnyaa daya tahan tubuh
 Cacar air
 Malnutrisi
 Gagal ginjal

Beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis :
▪ Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan.

▪ Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.

▪ Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.

▪ Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi.

▪ Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.

▪ Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan menambah resiko bakteri penginfeksi masuk
▪ Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.

▪ Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia

▪ Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.

▪ Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah timbulnya penyakit ini.

C. PATOFISIOLOGI
Selulitis terjadi jika bakteri masuk ke dalam kulit melalui kulit yang terbuka. Dua bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi ini adalah streptococcus dan staphylococcus. Lokasi paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Karena cenderung menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah, jika tidak segera diobati, selulitis dapat menjadi gawat. Pada orang tua, sellulitis yang mengenai extremitas bawah dapat menimbulkan komplikasi sebagai tromboflebitis. Pada penderita dengan edema menahun, sellulitis dapat menyebar atau menjalar dengan cepat sekali sedangkan penyembuhannya lambat. Daerah nekrotik yang mendapat superinfeksi bakteri gram negative akan mempersulit penyembuhan.
STUDI LAB
 Tidak membutuhkan prosedur lebih lanjut untuk sampai ke tahap diagnosis (yang meliputi anamnesis,uji laboratorium, sinar x dll, dalam kasus cellulite yang belum mengalami komplikasi yang mana criterianya seperti :
o Daerah penyebaran belum luas
o Daerah yang terinfeksi tidak mengalami rasa nyeri atau sedikit nyeri
o Tidak ada tanda-tanda systemic seperti : demam, terasa dingin, dehidrasi, tachypnea, tachycardia,hypotensi.
o Tidak ada factor resiko yang dapat menyebabkan penyakit bertambah parah seperti : Umur yang sangat tua, daya tahan tubuh sangat lemah.
 Jika sudah mengalami gejala seperti adanya tanda systemic, maka untuk melakukan diagnosis membutuhkan penegakan diagnosis tersebut dengan melakukan pemeriksaan lab seperti :
o Complete blood count
o BUN level
o Creatinine level
o Culture darah

 Pembuangan luka
 Immunofluorescence : Immunofluorescence adalah sebuah teknik yang dimana dapat membantu menghasilkan diagnosa sera pasti pada kultur cellulites negative, tapi teknik ini jarang digunakan.
 Penggunaan MRI juga dapat membantu dalam mendiagnosa infeksi cellulites yang parah.

D. MANIFESTASI KLINIK
Riwayat: Biasanya didahului oleh lesi-lesi sebelumnya, sepeti ulkus statis, luka tusuk: sesudah saru atau dua hari akan timbul eritem local dan rasa sakit.
Gejala sistemik: Malaise, demam (suhu tubuh dapat mencapai 38,5°C), dan menggigil. Eritem pada tempat infeksi cepat bettambah merah dan menjalar. Rasa sakit setempat terasa sekali.
Lesi Kulit: Daerah kulit yang teraba merupakan infiltrat edematus yang teraba, merah, panas, dan luas. Pinggir lesi tidak menimbul atau berbatas tegas. Terdapat limfadenopati setempat yang disertai dengan limfangitis yang menjalar kearah proksimal. Vesikula permukaan dapat terjadi dan mudah pecah. Abses local dapat terbentuk dengan nekrosis kulit di atasnya.
Sellulitis yang terdapat di kulit kepala di tandai oleh beberapa nodula kecil dan abses.. Proses ini biasanya kronik dengan kecenderungan membentuk terowongan kulit. Biasanya penyakit ini terjadi pada dewasa muda dan sering disertai jerawat atau hidradenitis supurativa. Sellulitis perianal yang terdapat pada anak merupakan merupakan proses yang sakit karena terjadi edem di sekitar anus, yang konsistensinya lunak. Penyebabnya biasanya Streptococcus group A.
Penampakan yang paling umum adalah bagian tubuh yang menderita selullitis berwarna merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan mengilap. Gejala tambahan yaitu demam, malaise, nyeri otot, eritema, edema, lymphangitis. Lesi pada awalnya muncul sebagai makula eritematus lalu meluas ke samping dan ke bawah kulit dan mengeluarkan sekret seropurulen. Gejala pada selulitis memang mirip dengan eresipelas, karena selulitis merupakan diferensial dari eresipelas. Yang membedakan adalah bahwa selulitis sudah menyerang bagian jaringan subkutaneus dan cenderung semakin luas dan dalam, sedangkan eresipelas menyerang bagian superfisial kulit.

E. PENATALAKSANAAN
▪ Pemeriksaan Laboratorium
▫ CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
▫ BUN level
▫ Creatinin level
▫ Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
▫ Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula
Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak tersasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
▪ Pemeriksaan Imaging
▫ Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan)
▫ CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata kilinis menyarankan subjucent osteomyelitis. Jika sulit membedakan selulitis dengan necrotizing fascitiis, maka pemeriksaan yang dilakukan adalah :
▫ MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.

F. PENCEGAHAN
Jika memiliki luka,
▪ Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air
▪ Oleskan antibiotik
▪ Tutupi luka dengan perban
▪ Sering-sering mengganti perban tersebut
▪ Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi
Jika kulit masih normal,
▪ Lembabkan kulit secara teratur
▪ Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati
▪ Lindungi tangan dan kaki
▪ Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superfisial

G. PENGOBATAN :
1. Menggunakan antibiotic, contohnya :
ORGANISME NAMA OBAT OBAT ALTERNATIVE
mixed infection Ampicillin/sulbactam, Imipenem/cilastatin, Ticarcillin/clavulanate Cefoxitin,Clindamycin atau metronidazole+aminoglycoside
Streptocoocus (A,B,C,G), Anaerobic Streptococci Penicillin G+Clindaycin Ceftriaxone+Clindamycin
Enterococcus Penicilin G atau Ampicilin+genamycin or streptomycin Vancomycin+gentamycin atau streptomycin
Staphylococcus aureus Nafcillin (atau oxacillin), Vancomycin Cefazolin, Amoxicilin/clavulanic acid
Clostridium Perfingens, Clostridium Septicum Penicilin G + clindamycin Metronidazole+imipenem atau meropenem Chloramphenicol(6)

H. TINDAK LANJUT :
Perawatan lebih lajut bagi pasien rawat inap:
o Beberapa pasien membutuhkan terapi antibiotik intravenous
o Pelepasan antibiotic parenteral pada pasien rawat jalan menunjukan bahwa dia telah sembuh dari infeksi
Perawatan lebih lanjut bagi pasien rawat jalan :
o Perlindungan penyakit cellulites bagi pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan cara memberikan erythromycin atau oral penicillin dua kali sehari atau intramuscular benzathine penicillin.
I. KOMPLIKASI :
 Bakteremia
 Nanah atau local Abscess
 Superinfeksi oleh bakteri gram negative
 Lymphangitis
 Trombophlebitis
 Ellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan meningitis sebesar 8%.
 Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan dimana harus melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.
J. Pengkajian umum pasien

1. Pengkajian umum
Penting artinya untuk memulai setiap pengkajian dengan pengkajian umum terhadap pasien sebagai satu kesatuan. Setiap pengkajian pasien harus meliputi pengkajian dan dokumenasi tentang kondisi fisik umum, kemampuan perawatan disi, penampilan kulit, mobilitas, status nutrisi, kontinensia, fungsi sensoris, status kardiovaskuler, fungsi respirasi, ada tidaknya nyeri, status kesadran dan kewaspadaan mental, status emosional, pemahaman kondisi saat ini, medikasi terbaru, alergi dan keadaan social.

a. Status nutrisi
Malnutrisi merupakan penyebab yang sangat penting dari kelambatan penyembuhan luka. Pentingnya pemantauan secara ketat terhadap berat badan dan indicator malnutrisi lainnya pada pasien dengan cedera berat, setelah operasi besar, dan saat terdapat septicemia sangat ditekankan (Kinney, 1980). Mintalah nasehat ahli gizi apabila dicurigai adanya malnutrisi.
Pengkajian nutrisi: indeks umum malnutrisi kalori/ protein.
Antropometri
- Berat badan terhadap tinggi dan jenis kelamin
- Penurunan berat badan terakhir (persentasi perubahan berat badan)
- Ketebalan lipatan kulit triseps (ukuran persediaan lemak tubuh)
- Lingkar otot lengan tengah atas (ukuran tidak langsung terhadap masa otot skelet dan cadangan protein)
Metode biokimia
- albumin serum
Hitung sel darah
- Jumlah limfatik
Tes urine 24 jam
- Kreatinin: indeks tinggi
- Eksresi nitrogen (digabungkan dengan ukuran yang akurat dari masukan diet nitrogen)
Pemeriksaan klinis
Riwayat diet saat masuk

b. Nyeri
Nyeri merupakan suatu masalah yang umum dans eringkali dipandang rendah pada pasien-pasien yang menderita luka. Penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi lingkaran setan yang terdiri dari ketegangan otot, keletihan, ansietas dan depresi yang dapat memperlambat penyembuhan dengan cara menekan efektifitas system imun (Maier dan Laudenslager, 1985).
Meski tidak diinginkan dan umumnya dpaat dicegah, nyeri akut setelah bedah mayor setidak-tidaknya mempunyai fungsi fisiologis positif, berperan sebagai suatu peringata bahwa perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah trauma lebih lanjut pada daerah tersebut. Nyeri pada trauma pembedahan normalnya dapat diramalkan hanya terjadi dalam durasi yang terbatas, lebih singkat dari waktu yang diperlukan untuk perbaikan alamiah terhadap jaringan-jaringan yang rusak. Sebagai perbandingan, untuk seorang pasien yang menderita nyeri kronik, seperti yang berhubungan dengan karsinoma, atau dengan pasien dengan penyakit vascular perifer berat dan adanya ulkus iskemik pada ekstremitas inferior, maka fungsi nyeri tidak begitu banyak membantu dan penyembuhan jaringan mungkin merupakan sebuah tujuan yang tidak realistis.
Nyeri merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh hanya pada jaringan yang mengalami cedera atau penyakit. Persepsi klien terhaap nyeri dipengaruhi oleh factor-faktor seperti makna nyeri itu sendiri bagi mereka (Waugh, 1990), yang selanjutnya juga dipengaruhi oleh factor-faktor social budaya, factor kepribadian dan status psikolopgis saat ini. Pasien dengan nyeri kanker dihadapkan pada kemungkinan ancaman kematian. Ketidakpastian, ketakutan, keletihan dan depresi yang dapat menyertai penyakit terminal, dapat mengurangi ambang nyeri pasien, menambah nyeri yang dirasakan dan meningkatkan kebutuhan akan analgesia (Bond, 1984).
Faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri merupakan suatu hal yang kompleks dan tidak dapat dipisahkan dari kurangnya pegukuran nyeri yang absolute dan obyektif sehingga mengakibatkan pengkajian nyeri menjadi sangat sulit.
Metode yang lebih canggih untuk mengkaji dan mendokumentasikan nyeri serta factor-faktor yang dapat meringankan nyeri tersebut, sangat cocok untuk pasien yang menderita nyeri akibat luka kronis yang tidak mudah ditangani.

c. Faktor-faktor Psikososial
Faktor positif
-Pengetahuan yang baik tentang penyakit/ kondisi sakit
-Partisipasi aktif dalam pengobatan
-Hubungan yang baik dengan petugas
-Metode koping yang fleksibel
-Hubungan social suportif yang baik
-Orientasi positif terhadap pengobatan dan rehabilitasi dari anggota tim perawatan kesehatan

Faktor negative
-Tidak bersedia atau tidak mampu mengetahui tentang kondisi / penyakit
-Rasa kurang percaya dan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam pengobatan
-Hubungan yang buruk dengan petugas
-Ketergantungan pasif, penolakan persisten, atau disposisi emosi tinggi
-Hubungan keluarga yang buruk, hidup sendiri
-Perilaku negative dari petugas terhadap pengobatan dan penyembuhan
-Tambahan tekanan hidup saat ini missal: kematian, perpisahan, kehilangan pekerjaan

2. Mengkaji penyebab luka
Mengkaji penyebab langsung dari luka dan bila memungkinkan segala patofisiologi yang mendasari merupakan persyaratan dalam merencanakan perawatan yang tepat dan juga untuk mencegah kekambuhan luka dalam jangka panjang.

3. Pengkajian luka loka dan identifikasi malalah
Setelah mengkaji pasien secara keseluruhan, penyebab langsung dari luka dan semua patofisiologi yang mendasarinya, sangatlah penting bagi perawat untuk melakukan pengkajian yang akurat terhadap uka itu sendiri, dengan maksud untuk mengidentifikasi semua factor-faktor local yang dapat memperlambat penyembuhan seperti jaringan nekrotik, krusta yang berlebihan, infeksi ataupun eksudat yang berlebihan. Pengkajian luka yang akurat dan terus meneurs sangatlah penting untuk merencanakan penatalaksanaan local luka yang adekuat dan untuk mengevaluasi efektivitasnya. Hal tersebut juga penting untuk dilakukan agar dapat mengenali kapan penyembuhan berkembang baik, dengan mampu mengenali jaringan granulasi dan epitelialisasi yang sehat.

4. Mengkaji Konsekuensi luka
Penyebab luka berpengaruh langsung terhadap perasaan pasien tentang luka itu sendiri dan mungkin juga tentang konsekuensi fisik, social dan akibat emosional.
Konsekuensi dari luka dapat digolongkan ke dalam:
- Konsekuensi fisik: kehilangan fungsi, jaringan parut dan nyeri kronik
- Konsekuensi emosional: perubahan citra tubuh, masalah dalam hubungan social, masalah seksual
- Konsekuensi social: gagal dalam melaksanakan peran social tertentu seperti pekerjaan atau adanya pembatasan aktivitas dalam peran tersebut.
Sifat dari masalah tersebut tidak hanya berhubungan dengan tipe luka dan tempat luka tetapi juga berhubungan dengan tingkat dukungan social seseorang, kemandirian ekonomi, kepribadian dan filosofi pribadi. Rehabilitasi pasien dalam jangka pendek dan jangka panjang, baik rehabilitasi fisik maupun psikologis, memerlukan perencanaan dan sensitivitas. Konseling yang simpatik dengan mengikutsertakan pasien dan keluargnya merupakan satu bagian integral perawatan pasien sejak awal dan dimulai dengan mengkaji pengetahuan pasien, kemampuan kognitif dan kebutuhannya.

K. Diagnosa Keperawatan
- Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.
- Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik jaringan.
- Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
- Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
- Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
- Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
- Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

L. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN/ SASARAN INTERVENSI RASIONAL
Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat memahami dan mengenali penyebab penyakitnya.
KH:
- Klien mendapatkan pengetahuan tentang pencegahan dan penatalaksanaan.
 1. Kaji tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar dari klien.

2. Ajarkan informasi yang diperlukan: Gunakan kata-kata yang sesuai dengan tingkat pengetahuan klien. Pilih waktu kapan klien paling nyaman dan berminat. Batasi sesi penyuluhan sampai 30 menit atau kurang.
3. Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat diatasi. 1. Keinginan untuk belajar tergantung pada kondisi fisik klien, tingkat ansietas dan kesiapan mental.
2. Individualisasi penyuluhan meningkatkan pembelajaran.




3. Memberikan keyakinan dapat memberikan pengaruh positif pada perubahan perilaku.

b. Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik jaringan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN/ SASARAN INTERVENSI RASIONAL
Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik jaringan.
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut teratasi/terkontrol dengan KH:
- Klien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
- Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
- Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
- Pergerakan penderita bertambah luas.
- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.
S: 36-37,5 0C
N: 60 – 80 x /menit T : 100-130 mmHg RR : 18-20 x/menit 1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.



3. Ciptakan lingkungan yang tenang.

4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.

6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.


7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
 1. Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Rangsangan yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4. Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5. Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

c. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN/ SASARAN INTERVENSI RASIONAL
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam rasa cemas berkurang/hilang KH:
- Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
- Emosi stabil., pasien tenang.
Istirahat cukup. 1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.


2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.



4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.

5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.

7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

 1. Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2. Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3. Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4. Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan
kecemasan yang dirasakan pasien.

6. Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7. Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.

d. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN/ SASARAN INTERVENSI RASIONAL
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.

 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam mulai tercapainya proses penyembuhan luka. KH:
1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang. 1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.


2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
3. Kolaborasi dengan dokter pemeriksaan kultur pus dan pemberian anti biotik.
.
 1. Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi. 3. Pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui perkembangan penyakit

e. Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN / SASARAN INTERVENSI RASIONAL
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan KH:
1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. mual muntah tidak ada
 1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.



2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.


3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.



4. Identifikasi perubahan pola makan.


 1. Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/
  hiperglikemia.
3. Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
4. Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.






f. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN / SASARAN INTERVENSI RASIONAL
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secara positif dengan KH:
- Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki. 1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.



5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
 1. Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.




2. Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.

2. Pasien akan merasa dirinya di hargai.

3. Dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
4. Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.

5. Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN / SASARAN INTERVENSI RASIONAL
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Gangguan pola tidur pasien akan teratasi dengan KH:
1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup. 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.


2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.



3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi.


5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
 1. Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2. Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.

4. Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.


DAFTAR PUSTAKA

Arif, mansjoer (1999). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.

Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC

Fitzpatrick. (2005). Clinical Dermatology hal 603-612.5th ed.

Fitzpatrick. (2007). Dermatology in general medicine hal 1893.6th ed.

http://www.emedicine.com/EMERG/topic88.htm

http://content.nejm.org/cgi/reprint/350/9/904.pdf

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000855.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/Cellulitis

http://www.visualdxhealth.com/adult/cellulitis.htm

http://www.mayoclinic.com/health/cellulitis/DS00450

http://www.emedicine.com/emerg/topic88.htm

Price, Sylvia (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC

Prof.Dr.dr.R.S.Siregar,Sp.KK. (2005). Saripati penyakit kulit hal 59.2nd ed.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar