LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOPOROSIS
I.
Latar Belakang
Penyakit tulang dan patah tulang merupakan salah satu dari sindrom
geriatric, dalam arti insidens dan akibatnya pada usia lanjut yang cukup
significant.
Dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang tulang secara linear.
Hilang tulang ini lebih nyata pada wanita disbanding pria. Tingkat hilang
tulang ini sekitar 0,5 – 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca
menopause dan pada pria > 80 tahun. Hilang tulang ini lebih mengenai bagian
trabekula disbanding bagian korteks, dan pada pemeriksaan histologik wanita
dengan osteoporosis spinal pasca menopause tinggal mempunyai tulang trabekula
< 14% (nilai normal pada lansia 14 – 24% ) (Peck, 1989).
Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel
osteoklas) dan pembentukan (dilakukan oleh sel osteoblas) yang berjalan
bersama-sama, sehingga tulang dapat membentuk modelnya seseuai dengan
pertumbuhan badan (proses remodelling)> Oleh karena itu dapat dimengerti
bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia remaja (growth spurt).
Terdapat berbagai factor yang mempengaruhi pembentukan dan pengrusakan oleh
kedua jenis sel tersebut. Apabila hasil akhir perusakan (resorbsi/destruksi)
lebih besar dari pembentukan (formasi) maka akan timbul osteoporosis.
Kondisi ini tentu saja sangat mencemaskan siapapun yang peduli, hal
ini terjadi karena ketidaktahuan pasien terhadap osteoporosis dan akibatnya.
Beberapa hambatan dalam penanggulangan dan pencegahan osteoporosis antara lain
karena kurang pengetahuan, kurangnya fasilitas pengobatan, factor nutrisi yang
disediakan, serta hambatan-hambatan keuangan. Sehingga diperluan kerja sama
yang baik antara lembaga-lembaga kesehatan, dokter dan pasien. Pengertian yang
salah tentang perawatan osteoporosis sering terjadi karena kurangnya
pengetahuan.
Peran dari petugas kesehatan dalam hal ini adalah dokter dan perawat
sangatlah mutlak untuk dilaksanakan. Karena dengan perannya akan membantu dalam
mengatasi peningkatan angka prevalensi dari osteoporosis. Perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan berperan dalam upaya pendidikan dengan memberikan penyuluhan
tentang pengertian osteoporosis, penyebab dan gejala osteoporosis serta
pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan mutu dan pemerataan
pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien
serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran yang
terakhir adalah peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai
tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini akan memberi nilai posistif
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
II. Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah :
1.
Tujuan Umum :
Untuk megetahui gambaran secara nyata dan
lebih mendalam tentang pemberian asuhan keperawatan pada kelayan dengan osteoporosis
di panti werha
2.
Tujuan Khusus :
a.
Untuk mengaplikasi teori dan
konsep asuhan keperawatan khususnya pada lansia denan osteoporosis
b.
Untuk mengetahui hambatan dan
perMassalahan yang timbul dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada lansia
dengan osteoporosis.
c.
Mengembangkan pengetahuan,
ketrampilan, kreatifitas penulis berdasarkan teori dan praktik klinik
keperawatan di panti werdha Weing Wardoyo Ungaran
III. Proses Pembuatan Makalah
Penulisan makalah pada studi kasus menggunakan metode deskriptif yaitu
menggambarakan Massalah-Massalah yang terjadi dan didapat pada saat
melaksanakan asuhan keperawatan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah :
a.
Wawancara
Yaitu melakukan Tanya jawab langsung kepada klien dan keluarga,
perawat, dokter serta tim kesehatan lainnya
b.
Observasi partisipatif aktif
Yaitu
mengadakan pengawasan langsung terhadap kelayan serta melakukan asuhan
keperawatan sesuai dengan perMassalahan yang dihadapi
c.
Studi Kepustakaan
Yaitu
mempelajari literature-literatur yang berhubungan dengan ekspresi menarik diri
d.
Studi Dokumentasi
Yaitu
pengumpulan data dengan mempelajari catatan medik dan hasil pemeriksaan yang
ada
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit volume,
sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap
trauma minimal. Secara histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya
ketebalan korteks disertai dengan berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula
tulang.
Penurunan Massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya
pembentukan, meningkatnya perusakan (destruksi) atau kombinasi dari keduanya
(Hadi-Martono, 1996).
Menurut pembagiannya dapat dibedakan atas : (Peck, 1989 ; Chestnut,
1989) :
*) Osteoporosis Primer yang terjadi bukan
sebagai akibat penyakit yang lain, yang dibedakan lagi atas :
-
Osteoporosis tipe I (pasca
menopause), yang kehilangan tulang terutama dibagian trabekula
-
Osteoporosis tipe II (senilis),
terutama kehilangan Massa tulang daerah korteks
-
Osteoporosis idiopatik yang
terjadi pada usia muda denganpenyebab yang tidak diketahui
*) Osteoporosis sekunder, yang terjadi pada /akibat penyakit lain,
antara lain hiperparatiroid, gagal ginjal kronis, arthritis rematoid dan
lain-lain.
B. ETIOLOGI
1.
Determinan Massa Tulang
Massa
tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai factor antara lain :
§
Faktor genetic
Perbedaan genetic
mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang
§
Faktor mekanik
Beban
mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban akan menambah
massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada hubungan langsung dan nyata
antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respon
terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot
besar dan juga massa tulang yang besar
§
Faktor makanan dan hormon
Pada
seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh
genetic yang bersangkutan
2.
Determinan pengurangan Massa
Tulang
Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia lanjut yang dapat
mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama seperti pada
factor-faktor yang mempengaruhi massa tulang.
§ Faktor genetic
Factor genetic berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur
dari seseorang denfan tulang yang besar.
§
Factor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia
dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang tersebut
pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
§ Faktor lain
-
Kalsium
Kalsium
merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang rendah dan
absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan kalsium yang negatif begitu
sebaliknya.
-
Protein
Parotein
yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan keseimbangan kalsium yang
negatif
-
Estrogen
Berkurangnya/hilangnya
estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
kalsium, karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga
menurunnya konservasi kalsium diginjal.
-
Rokok dan kopi
Merokok
dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa
tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme
pengaruh rokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi
kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
-
Alkohol
Individu
dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium yang rendah,
disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang pasti belum
diketahui.
C.
PATOFISIOLOGI
Remodeling tulang normal pada orang dewasa
akan meningkatkan massa tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi,
gaya hidpu (merokok, minum kopi), dan aktifitas fisik mempengaruhi puncak massa
tulang. Kehilangan karena usia mulai segera setelah tercapai puncaknya massa
tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause mengakibatkan percepatan
resorbsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan
osteoporosis. Vitamin D penting untuk absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi
tulang normal. Diet mengandung kalsium dan vitamin D harus mencukupi untuk
mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin
D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa
tulang dan pertumbuhan osteoporosis.
D.
TANDA DAN GEJALA
§
Nyeri dengan atau tanpa adanya
fraktur yang nyata
§
Nyeri timbul secara mendadadak
§
Nyeri dirasakan ringan pada
pagi hari (bangun tidur)
§
Nyeri akan bertambah karena
melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari atau karena pergerakan yang
salah
§
Rasa sakit karena oleh adanya
fraktur pada anggota gerak
§
Rasa sakit karena adanya
kompresi fraktur paa vertebra
§
Rasa sakit hebat yang
terlokalisasi pada daerah vertebra
§
Rasa sakit akan berkurang
apabila pasien istirahat di tempat tidur
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Osteoporosis teridentifikasi pada
pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak
radiolusesnsi tulang. Ketika vertebra kolaps, vertebra torakalis menjadi
berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium (missal kalsium
serum, fosfat, serum, fosfatase alkalu, ekskresi kalsium urine, ekskresi
hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah), dan sinar-x dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain (missal ; osteomalasia,
hiperparatiroidisme, dlll) yang juga menyumbang terjadinya kehilangan tulang.
Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan
untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan.
Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray absorpsiometry (DEXA) , dan CT
mampu memberikan informasi menganai massa tulang pada tulang belakang dan
panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji
respon terhadap terapi.
F.
PENATALAKSANAAN
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium paa
permulaan umur pertengahan, dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal.
Pada menopause, terapi penggantian hormon
dengan estrogen dan progesterone dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan
tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya.
Obat-obat yang lain yang dapat diresepkan
untuk menanngani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium florida, dan natrium
etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan diberikan
secara injeksi subkutan atau intramuskular. Efek samping (missal : gangguan
gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin), biasanya ringan dan hanya
kadang-kadang dialami. Natrium florida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan
pembentukan tulang.
G.
PENGKAJIAN
Promosi kesehatan, identifikasi individu
dengan resiko mengalami osteoporosis, dan penemuan masalah yang berhubungan
dengan osteoporosis membentuk dasar bagi pengkajian keperawatan. Wawancara
meliputu pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga, fraktur
sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola latihan, awitan menopause, dan
penggunaan kortikosteroid selain asupan alcohol, rokok dan kafein. Setiap
gejala yang dialami pasien, seperti nyeri pingggang, konstipasi atau gangguan
citra diri, harus digali.
Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya
patah tulang, kifosis vertebra torakalis atau pemendekan tinggi badan. Masalah
mobilitas dan pernafasan dapat terjadi
akibat perubahan postur dan kelemahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat
inaktifitas.
H.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
YANG DAPAT MUNCUL
§
Kurang pengetahuan mengenai
proses osteoporosis dan program terapi
§
Nyeri b.d spasme otot, fraktur
§
Konstipasi b.d imobilitas atau
terjadi ileus
§
Resiko terhadap cidera :
farktur b.d osteoporosis
I.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Memahami Osteoporosis dan Program Tindakan. Pengajaran kepada kelayan dipusatkan pada factor yang mempengaruhi
terjadinya osteoporosis, intervensi untuk menghentikan atau memperlambat
proses, dan upaya mengurangi gejala. Diet atau suplemen kalsium yang memadai,
latihan pembebaban berat badan teratur, dan memodifikasi gaya hidup, bila
perlu. Latihan dan aktifitas fisik merupakan kunci utama untuk menumbuhkan
tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya osteoporosis.
Ditekankan pada lansia harus tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar
matahari, dan latihan yang memadai untuk meminimalkan efek osteoporosis
Meredakan Nyeri. Peradaan nyeri pinggang
dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau
miring kesamping selama beberapa hari. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa
nyaman dengan merelaksasi otot. Kompres panas intermiten dan pijatan punggung
memperbaiki relaksasi otot.
Memperbaiki pengosongan usus. Konstipasi
merupakan masalah yang berkaitan dengan imobilitas, pengobatan dan lansia.
Pemberian awal diit tinggi serat, tambahan cairan, dan penggunaan pelunak tinja
sesuai ketentuan dapat membantu meminimalkan konstipasi.
Mencegah cidera. Aktifitas fisik sangat
penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi
tulang progresif. Latihan isometric dapat digunakan untuk memperkuat otot
batang tubuh.
J. EVALUASI
1.
Mendapatkan pengetahuan
mengenai osteoporosis dan program penanganannya.
a.
Menyebutkan hubungan asupan
kalsium dan latihan terhadap massa tulang
b.
Mengkonsumsi kalsium diet
dengan jumlah yang mencukupi
c.
Meningkatkan tingkat latihan
d.
Menggunakan terapi hormon yang
direspkan
2.
Mendapatkan peredaan nyeri
a.
Mengalami redanya nyeri saat
beristirahat
b.
Mengalami ketidaknyamanan
minimal selama aktifitas kehidupan sehari-hari
c.
Menunjukkan berkurangnya nyeri
tekan pada tempat fraktur
3.
Menunjukkan pengosongan usus
yang normal
a.
Bising usus aktif
b.
Gerakan usus teratur
4.
Tidak mengalami fraktur baru
a.
Mempertahankan postur yang
bagus
b.
Mempergunakan mekanika tubuh
yang baik
c.
Mengkonsumsi diet seimbang
tinggi kalsium dan vitamin D
d.
Rajin menjalankan latihan
pembebanan berat badan (jalan-jalan setiap hari)
e.
Istirahat dengan berbaring
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan
Medikal Bedah Vol 3, Jakarta, EGC,
2002
R. Boedhi Darmojo, Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar