LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP MALARIA
A. Konsep Dasar Teori
1. Pengertian
1. Pengertian
Malaria
adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh
protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan
splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria
adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu
protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air
liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria
adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh
Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay
& Raharja, 2000).
2. Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu,
- Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
- Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
- Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat).
- Plasmodium
ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia
dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling
ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan
malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).
Epidemiologi
Penyakit malaria merupakan masalah kesehatan di Indonesia, khususnya di bagian Indonesia Timur.
Penyakit malaria merupakan masalah kesehatan di Indonesia, khususnya di bagian Indonesia Timur.
Angka mortalitas 20,9 – 50 %. NTT daerah endemis malaria penyakit ini menduduki rangking ke 2 dari 10 besar dari penyakit utama di Puskesmas.
Berdasarkan
Profil Kesehatan Propinsi NTT dari tahun 1996 s/d 1997, Insiden
penyakit malaria yang diukur berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI)
sejak tahun 1996 s/d 1997 cenderung meningkat, seperti terlihat pada
data berikut : tahun 1996 sebesar 189,17 ‰, sedangkan pada tahun 1997
sebesar 197,5 ‰ sedangkan Parasite Rate (PR) mengalami penurunan dari
tahun 1996 sebesar 4,41% dan pada tahun 1997 sebesar 1,77%, namun jika
dilihat perdesa masih ada desa dengan RP > 10 %, disamping itu
penyakit malaria ini juga sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (Kanwil
Depkes. NTT, 1998)
Cara Penularan dan siklus hidup
Tergantung
faktor setempat; seperti pola curah air hujan, kedekatan antara lokasi
perkembangbiakan nyamuk dengan manusia, dan jenis nyamuk di wilayah
tersebut.
Dikenal istilah ‘endemis malaria’ dan ‘musim malaria’ Epidemik yang luas dan berbahaya dapat terjadi ketika parasit yang bersumber dari nyamuk masuk ke wilayah di mana masyaratnya memiliki kontak dengan parasit namun memiliki sedikit atau bahkan sama sekali tidak memiliki kekebalan terhadapa malaria. Atau, ketika orang dengan tingkat kekebalan rendah pindah ke wilayah yang memiliki kasus malaria tetap. Epidemik ini dapat dipicu dengan kondisi iklim basah dan banjir, atau perpindahan masyarakat akibat konflik.
Dikenal istilah ‘endemis malaria’ dan ‘musim malaria’ Epidemik yang luas dan berbahaya dapat terjadi ketika parasit yang bersumber dari nyamuk masuk ke wilayah di mana masyaratnya memiliki kontak dengan parasit namun memiliki sedikit atau bahkan sama sekali tidak memiliki kekebalan terhadapa malaria. Atau, ketika orang dengan tingkat kekebalan rendah pindah ke wilayah yang memiliki kasus malaria tetap. Epidemik ini dapat dipicu dengan kondisi iklim basah dan banjir, atau perpindahan masyarakat akibat konflik.
3. Jenis-jenis malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria
tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat,
ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia
yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari.
Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh
Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang
berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya
spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium
Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium
Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung
parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel
dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal.
Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka
komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid
Malaria, dan Black Water Fever).
b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium
Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih
kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur
mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul
sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10
merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit
sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria
Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae,
skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah.
Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk
eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler
dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari
semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16
hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4
hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan
terjadi pada malam hari
d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria
Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang
diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan
plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax
berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen
kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh
eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini
secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan
mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72
jam.
Dari
semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh,
malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan
panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan
sering terjadinya komplikasi.
4. Karakteristik nyamuk
4. Karakteristik nyamuk
Menurut
Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia,
hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan
malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi
vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002, hal 103).
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002, hal 103).
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia (menghisap darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .
g. Lebih senang hidup di daerah rawa
5. Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase
ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh
nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam
eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan
betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap
oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari
gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi
dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu,
sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay &
Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase
eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit
membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit.
Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah
menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai
ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan
masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam
badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal.
409).
b. Fase Aseksual
Terjadi
di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi
parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “
ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel
parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami
pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari
kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam
hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah.
Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah
mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml
darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan
hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran
yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang
baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus.
Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di
sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara
lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer
sekunder“. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan
merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap
saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal
ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara
garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama
yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh
nyamuk.
6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
a. Demam
Demam
periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi).
Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48
jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria
Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas
demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan
demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) secara berurutan :
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) secara berurutan :
1) Periode dingin.
Mulai
menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri
dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti
orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.
2) Periode panas
Muka
merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai
40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital,
muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran
delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase
dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan
berkeringat
3) Periode
Penderita
berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila
penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
b. Splenomegali
Splenomegali
adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik.
Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan
pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000,
hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika
membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa
kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan
gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut.
Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa
iliaca dekstra.
c. Anemia
Derajat
anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah
anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit
yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced
survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi
eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).
- Ikterus
Ikterus
adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan
bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah
merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1) Ikterus hemolitik
Disebabkan
oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini
dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati
dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan
2) Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus Obstruktif
Sumbatan
terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus
biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000, hal. 571).
7. Pemeriksaan diagnostic
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan mikroskopis malar
Diagnosis
malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi
klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit
(plasmodium) di dalam penderita.Uji imunoserologis yang dirancang
dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan
mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk
survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat
dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan
ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan
mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan
diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan
interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan
mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
4) Identifikasi spesies plasmodium
5)
Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies
plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip
dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat
mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi
plasmodium. QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung
kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi
cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat
sebagai instrumen hitung parasit.
b. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan
imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik
terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau
eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan
terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
d. Pemeriksan Biomolekuler
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan
biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/
plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap
yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan
ekstrak DNA
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis
plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai
berikut:
a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya
di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan
mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7
hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama
14 hari)
b. Malaria Ovale
Berikan
kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6
hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg
dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3
tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama
3 hari).
c. Malaria Falcifarum
c. Malaria Falcifarum
Kombinasi
sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis
tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik
seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x
100 mg/ hari selama 7 hari
9. Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :
a. Malaria otak
Malaria
otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila
dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai
secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa
ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan
kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
b. Anemia berat
Komplikasi
ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3
mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian
mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia,
penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler,
sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
c. Edema paru
Komplikasi
ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan.
Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang
menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
d. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun (< style="font-weight: bold;">B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dasar data pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
b. Sirkulasi
Tanda
: Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan
cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena
vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan
aliran darah.
c. Eliminasi
c. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
Tanda : Distensi abdomen
d. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
e. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
f. Pernapasan.
f. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala
: Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol,
riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka
traumatik.
2. Diagnosa Keperawatan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda dan
gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes,
Moorhouse dan Geissler, 1999):
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasive
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
d. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di
perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.
e. Kurang
pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan
interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
3. Perencanaan Keperawatan
Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah :
a Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat; anorexia; mual/muntah .
Tindakan/ Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan klien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan konsumsi makanan.
2) Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia
3) Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
4) Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.
Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ control
Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ control
5) Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
6) Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi
Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
b Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.
b Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.
Tindakan/ Intervensi :
1) Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
2) Amati adanya menggigil dan diaforosis
Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
3) Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk memperbaiki selama masa terapi
Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari organisme.
4) Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.
Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum
5) Dapatkan spisemen darah.
Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria
c Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme dehirasi efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Tindakan/ intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil.
Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
2) Pantau suhu lingkungan.
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional
: Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
4) Berikan antipiretik.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
5)Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan hipertermi.
d Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh
Tindakan/ intervensi
1) Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan.
Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar